Diawali dari keinginan mengangkat adat budaya kenduri turun ke sawah yang turun temurun dilakukan, kenduri blang di Aceh masih dilaksanakan hingga sekarang. Adat turun ke sawah ini merupakan tradisi bagi petani yang akan memulai menanam padi.

Zaman dahulu, adat ke sawah yang akrab dikatakan kenduri blang ini merupakan tradisi yang harus dilakukan oleh sekelompok komunitas petani. Sebagai sebuah tradisi turun temurun, tentu saja disediakan seremoni adat tersebut antara zaman dulu dan sekarang. Tulisan ini memotret adat kenduri blang masa kini di Gampong Teupin Beulangan Kecamatan Samudera Kabupaten Aceh Utara.

Asal usul kenduri blang atau khanduri blang ini sudah ada sejak zaman nenek moyang. Tradisi ini dilakukan untuk peusejuek bibit yang akan diturunkan setiap tahun (tahun yang akan dilakukan penanaman padi). Sebelum kenduri, terlebih dahulu mufakat pesiapan kenduri oleh tokoh masyarakat dan perangkat desa tersebut secara patungan dengan menarik sumbangan hasil panen dari petani disetiap panen khusus untuk acara pargelaran keunduri blang (meuripe-matang). Hasil patungan untuk persiapan pelaksanaan kebiasaan di Gampong Teupin Beulangan biasanya menyembelih lembu dan menyediakan nasi bungkus atau bu kulah .

Dalam tatacaranya, penyembelihan lembu tersebut harus di sawah atau pinggiran lahan sawah. Menurut keyakinan masyarakat di sana, hal itu dilakukan sebagai persyaratan darah sembelihan agar petani selamat dari alat-alat yang tajam seperti cangkul, tajak, babat, dan lain-lain. Dalam kenduri blang itu juga dilakukan baca zikir dan ditutup dengan doa  dan selawat kepada Nabi S.A.W semoga tanaman padi tahun ini berkat hingga dapat dizakatkan. 

Mereka also Yakin Manfaat dilakukan kenduri blang antara Lain: Pertama , mengetahui berapa Banyak Masyarakat penanam padi di sawah Dan Perencanaan Penanaman padi. Kedua , mengadakan gotong royong secara bersama-sama. Ketiga mengadakan peraturan pantangan-pantangan di sawah, hal ini dilakukan agar semua petani tetap menjaga pantangan-pantangan secara kebersamaan. Keempat , mengadakan peraturan pananaman, hal ini dilakukan untuk menghindari agar tidak ada petani yang terlambat menanam padinya. Jika ada salah satu petani yang terlambat menanam padi, maka padi yang ditanamnya akan terlambat panen, yang mengakibatkan padinya akan terserang hama lebih mudah.

Tata cara bertani yang dilakukan oleh masyarakat tani adalah jika telah sampai waktu panen, pemanenannya dimulai pada hari Kamis, lebih baik lagi dimulai pada saat bulan sedang naik. Padi diambil sebanyak tujuh tangkai sebagai tanda menjemput semangat padi dan dibawa pulang ke rumah untuk diselipkan di atas atap. Setelah itu, baru padi dipanen semua. Jika hasil mencapai 100 kaleng, padi itu wajib dizakatkan sebanyak 10 kaleng. Zakat itu dikompilasi kepada fakir miskin yang berada di kawasan penanaman padi dan daerah tempat tinggal petani.